Pages - Menu

Monday, 5 October 2015

Kota Tua Jakarta, Menelusuri Jejak Historis Sang Metropolitan


Ini cerita saya selama di Jakarta. Sebuah kota yang tidak asing bagi saya yang tinggal hampir 12 tahun di Bekasi. Jarak Bekasi-Jakarta tidaklah jauh dan dapat dengan mudah dijangkau dengan beragam moda transportasi. Namun, ntah mengapa tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk menjadikan Jakarta sebagai destinasi wisata sebelumnya. Mungkin gedung-gedung pencakar langit dan kemacetan ibukota, membuat saya mengesampingkan nilai historis kota ini. Padahal Jakarta memiliki potensi wisata yang sebetulnya tidak kalah dengan kota lainnya di Indonesia. Saya pun terpikir menghabiskan satu hari saya untuk menjelajahi kota nan megah ini. Mungkin satu hari tidak cukup untuk menjelajahi kota ini, tetapi satu hari cukup untuk mulai mengenal beberapa potensi yang dimiliki kota metropolitan ini.

Jika berkeinginan menjelajahi Jakarta, Stasiun Jakarta Kota menjadi pilihan baik untuk dijadikan starting point untuk memulai perjalanan di kota yang katanya tidak pernah tidur ini. Stasiun ini menjadi tempat pertemuan berbagai moda transportasi ibukota, seperti busway, commuter line, angkutan umum, dan sebagainya. Tentunya hal ini memudahkan kita untuk menuju berbagai tempat di Jakarta. Dekat Stasiun ini pula kita dapat melihat kawasan kota tua, salah satu ikon wisata Jakarta. Jika hanya memiliki waktu terbatas untuk mengunjungi Jakarta, Kawasan Kota Tua Jakarta dapat menjadi pilihan utama untuk Anda kunjungi.

Tepat pukul 09.00 WIB, ketika saya memulai perjalanan dari Stasiun Bekasi. Saya menaiki commuter line dengan tujuan akhir, Stasiun Jakarta Kota. Namun, kali ini saya tidak langsung menuju stasiun tersebut. Saya memilih untuk berhenti di Stasiun Gondangdia, satu stasiun sebelum Stasiun Gambir. Tujuan saya berhenti di Stasiun Gondangdia adalah untuk mampir dahulu ke sebuah masjid yang memiliki arsitektur khas dan unik, Masjid Cut Mutia. 


Masjid Cut Mutia, tampak luar dan dalam
Masjid Cut Mutia ini terletak di Jl. Cut Mutia 1, Jakarta Pusat, 50 meter dari pintu keluar Stasiun Gondangdia. Bangunan masjid ini tidak tampak seperti masjid pada umumnya. Kesan bangunan khas kolonial tampak saat melihat masjid ini dari luar. Memang pada awal pembuatanya, bangunan ini bukanlah sebuah masjid, melainkan sebuah kantor biro arsitek Bouwpleg (1879), yang dikenal sebagai pengembang kawasan elit sekitar Gondangdia. Bangunan ini mulai dialihfungsikan sebagai masjid pada tahun 1987, setelah sebelumnya bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor pos hingga kantor jawatan kereta api.


Masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Masjid ini memiliki gaya arsitektur khas Belanda dengan bagian atas menara berbentuk persegi empat. Masjid berlantai dua ini setiap sisinya memiliki tiga buah jendela dengan hiasan kaligrafi di sekeliling gedungnya. Salah satu keunikan lainnya, terletak pada mihrab di samping kiri saf salat dan posisi saf yang terletak miring karena memang bangunan ini tidak langsung menghadap kiblat.


Posisi saf yang miring
Puas melihat Masjid Cut Mutia, saya kembali menaiki commuter line menuju Stasiun Jakarta Kota. Kata megah adalah kata yang pertama yang terlintas dalam pikiran saat saya sampai di stasiun tujuan akhir saya, Stasiun Jakarta Kota. Stasiun yang dulunya dikenal dengan nama Stasiun Beos ini, dibangun sekitar tahun 1870, salah satu dari sedikit stasiun di Indonesia yang tidak memiliki jalur lanjutan. Stasiun ini dirancang oleh arsitek kelahiran Tulungagung, Frans Johan Lowrens. Desain stasiun ini mempertahankan gaya art deco. Kesan desain yang sederhana, namun memiliki nilai keindahan yang tinggi. Bagian atap stasiun berbentuk kupu-kupu dengan penyangga yang terbuat dari baja. Saat menyusuri tiap sudut stasiun ini, kita serasa berada di Eropa. 
Stasiun Jakarta Kota dengan gaya art deconya

Museum Bank Indonesia berdiri kokoh di Kawasan Kota Tua Jakarta
Perjalanan saya menyusuri Kota Jakarta kembali dilanjutkan ke kawasan kota tua. Tempat yang pertama kali saya kunjungi adalah Museum Bank Indonesia. Museum ini menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang dibangun tahun 1828. Museum Bank Indonesia terbagi menjadi beberapa ruangan, masing-masing ruangan memiliki tema tertentu. Ada ruangan yang menceritakan tentang sejarah Bank Indonesia, ada pula ruangan yang menjelaskan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia saat menghadap krisis serta ruangan yang menjelaskan perjalanan penjelajah dunia mencari rempah-rempah nusantara. Ruangan lain yang menarik perhatian adalah ruangan yang berisi koleksi numismatik dari zaman kerajaan-kerajaan nusantara dan ruangan berisi replika emas batangan.  Saya benar-benar terkesan saat masuk ke dalam museum karena museum ini mampu menyajikan sejarah yang dikemas secara menarik dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media seperti diorama, televisi plasma, panel statik, hingga berbagai display elektronik. Kesan membosankan sama sekali tidak terlintas di pikiran saya saat melewati ruang demi ruang di dalam museum ini. Selesai berkeliling, saya kemudian langsung menuju Kawasan Taman Fatahillah. Sebenarnya, tepat di sebelah Museum Bank Indonesia, terdapat Museum Bank Mandiri. Sayangnya, saat itu museum itu sedang ditutup untuk umum.
Bagian dalam Museum Bank Indonesia

Kawasan Taman Fatahillah dikelilingi bangunan tua nan megah
Kawasan Taman Fatahillah dapat dikatakan sebagai Pusat Kota Tua Jakarta. Kawasan ini dikelilingi berbagai bangunan kuno khas kolonial, selain Museum Fatahillah, sebagai ikon kota tua, juga terdapat Museum Wayang, Museum Keramik, Gedung Kantor Pos Indonesia, dan beberapa bangunan kuno lainnya. Berhubung waktu sudah hampir sore, saya hanya dapat mengunjungi Museum Fatahillah saja. Museum ini juga dikenal dengan sebutan Museum Batavia atau Museum Sejarah Jakarta. Museum ini dahulunya merupakan gedung Balai Kota, yang dibangun tahun 1707-1710. Bentuk bangunan museum menyerupai Istana Dam Amsterdam dengan dua sayap bangunan di sebelah barat dan timur. Desain klasik dengan 3 lantai yang seluruh kusen pintu dan jendelanya terbuat dari kayu jati memberikan kesan besar dan kokoh. Di bagian depan halaman Museum Fatahillah terdapat kolam air mancur dan Meriam Si Jagur, meriam Portugis yang sangat terkenal.
Museum Fatahillah, salah satu daya tarik Kawasan Kota Tua Jakarta

Beberapa peninggalan sejarah yang dipamerkan di Museum Fatahillah
Untuk memasuki museum ini, kita dapat membeli tiket masuk Rp. 5.000,00/orang. Sebelum masuk, kita akan mendapat tas kecil yang berisi sandal jepit. Kita dihimbau untuk menganti alas kaki kita sebelum masuk museum lebih lanjut. Di dalam museum, kita dapat melihat berbagai peninggalan sejarah mulai dari prasasti, lukisan, diorama, guci, keramik, hingga perabotan bernilai sejarah tinggi yang ditemukan di Kota Jakarta. Setiap benda yang dipamerkan sudah dilengkapi penjelasan sehingga kita dapat mengetahui sejarah dari benda tersebut. 


Usai berkeliling bagian dalam Museum Fatahillah, saya melanjutkan berkeliling di bagian belakang museum. Bagian belakang museum ini merupakan area yang tidak boleh dilewatkan. Area ini memberikan kesempatan untuk berhoror ria karena kita akan melihat adanya penjara bawah tanah yang benar-benar sempit dan gelap, dengan langit-langit yang sangat rendah.

 
Daya tarik lainnya dari Museum Fatahillah adalah penjara bawah tanah


Salah satu seniman jalanan yang berpakaian Cepot.
Saya melanjutkan untuk menikmati sore hari di kawasan Taman Fatahillah. Salah satu pemandangan unik yang dapat kita lihat di Kawasan Taman Fatahillah adalah seniman-seniman nyentrik yang berkostum unik dan berpose seperti tokoh-tokoh tertentu. Hiburan lainnya yang dapat dinikmati adalah bersepeda berkeliling Taman Fatahillah dengan menggunakan sepeda sewaan.


Banyak yang bilang bahwa kita belum menikmati suasana malam Jakarta, jika belum merasakan indahnya Kawasan Kota Tua di malam hari. Semakin malam semakin banyak orang yang berdatangan ke kawasan ini, mulai hanya untuk bersantai, bercengkrama, hingga berfoto-foto. Kawasan ini terasa lebih nyaman dinikmati di malam hari karena cuacanya tidak panas. Cahaya lampu menambah indahnya Kawasan Kota Tua di malam hari. Bangunan-bangunan tua di kawasan ini pun terlihat semakin indah dan kokoh. 
Bangunan Kawasan Kota Tua Jakarta yang tampak megah di malam hari

Malam pun semakin larut. Saatnya kembali ke Stasiun Jakarta Kota untuk mengejar kereta terakhir ke Bekasi. Satu hari rasanya tidaklah cukup untuk mengelilingi Kawasan Kota Tua Jakarta. Pengalaman hari ini memberikan gambaran baru mengenai Kota Jakarta, yang ternyata memiliki potensi wisata yang besar. Mungkin kini, saatnya menjadikan Jakarta tidak hanya tempat untuk bisnis atau belanja, tetapi juga menjadikan Jakarta sebagai tempat tujuan wisata karena potensinya yang ternyata tidak kalah dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Tidak hanya Kawasan Kota Tua saja, tetapi juga ada Monas, Masjid Istiqlal, Gereja Kathedral dan banyak lagi tempat di Jakarta yang harus anda kunjungi. Ayo berwisata ke Jakarta!

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Blog Competition #TravelNBlog 4: Jakarta 24 Jamyang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID









16 comments:

  1. kota tua... tempat favorit buat ngabisin akhir pekan kalau lagi ndak keluar kota :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah memang ya mas, tempat yang cocok untuk menghibur diri dari kepenatan ibukota... :)

      Delete
  2. Waktu 2011, saya kesana masih berantakan.
    Kemarin baru saja ke sana sekarang udah keren dan rapi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lebih nyaman untuk dinikmati ya mas. Mungkin yang cukup disayangkan sekarang sudah tidak ada pohon rindangnya lagi.

      Delete
  3. suka banget saya jalan-jalan ke Kota Tua. Berasa banget suasana sejarahnya di sana :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya memang destinasi favorit di Jakarta ya mba Myra. Jadi pengen ke sana lagi. :)

      Delete
  4. Udah lama banget kayaknya gw gak ke kota tua. Habisnya klo weekend ramenya minta ampun. Seneng sih motret bangunan tua, tapi kalau buanyak banget yang dateng ke sono, fotonya jadi banyak 'iklannya'. Hiks :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahah. Sepertinya kota lama akan selalu ramai mas. Kemarin waktu ke sana weekdays pun cukup ramai, walaupun gak sepadet weekend. Mungkin waktunya cari spot baru mas Adie. :)

      Delete
  5. Baru tau ada masjid cut mutia disana.... Kapan2 hunting kesitu ah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas Zahri, masjid yang tidak terlalu besar tp arsitekturnya unik. Letaknya di sekitaran Gondangdia.

      Delete
  6. Wahhh keren bisa dapat sudut sepinya. Karena makin sering saya ke sana, saya makin kehilangan kesan cantik kota tua. Mungkin karena saya datang saat weekend ya, jadi ramainya ampun ampunan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya weekdays agak longgar sedikit mba. hehehe. Konsekuensi kawasan kota tua yg makin rapi dan nyaman, jd makin byk orang yg dateng. Padahal dulu, ramai kalau ada anak sekolah piknik aja. Hahah :)

      Delete
  7. Hai, numpang nanya boleh? Kalau saya naik kereta dari bandung turun gambir sekitar jam stgh 10 pagi, dan harus balik lagi ke bandung dari gambir jam stgh 4 sore, kira2 cukup gak ya, saya menikmati kota tua? Menurut anda mending mana (dari segi waktu dan ongkos): naik busway dari gambir, naik komuter dari jatinegara, atau naik taksi dari gambir? Mohon petunjuknya.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo juga mas Vernauli...
      Di sekitar kota tua ada beberapa museum mas, sepertinya waktunya kurang cukup untuk bisa melihat semua yg ada di sana. Tapi kalau sekedar berkeliling dan melihat satu-dua museum saja mungkin masih sempat mas.

      Kalau naik busway, sulit mas karena harus beberapa kali pindah koridor dan bukan koridor yang ramai, jadi bisnya rada sulit. Naik komuter lbh cepat langsung dari Juanda lanjut ke Jakarta kota (Gambir-Juanda bisa jalan kaki sekitar 10 menitan), gak perlu ke Jatinegara dulu kok mas. Taksi cepat, mudah tapi mahal mas. Kalau dari ketiganya saya lbh milih naik komuter.
      Saran saya yang lain, mending pakai ojek online (Grabike, Gojek) krn lbh cepat, bs langsung dari Gambir, murah jika pakai promo. :))

      Delete
    2. Terima kasih infonya, mas. Akhirnya saya lebih milih naik gojek. Relatif murah dan lebih cepat. Alhamdulillah kemarin sempat ke Museum Wayang, Museum Fatahillah dan Museum Bank Indonesia. Lain kali pasti kesana lagi untuk mencoba museum2 lain di sekitar situ. :)

      Delete
    3. Sama2 mas. Pilihan yang sangat tepat mas. Hahahah :))
      Kapan2 bisa coba ke Museum Keramik dan Museum Bank Mandirinya mas atau mungkin mau merasakan suasana malam di sana juga seru juga mas.

      Delete