Ini cerita saya selama di Jakarta. Sebuah kota yang tidak asing bagi saya yang tinggal hampir 12 tahun di Bekasi. Jarak Bekasi-Jakarta tidaklah jauh dan dapat dengan mudah dijangkau dengan beragam moda transportasi. Namun, ntah mengapa tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk menjadikan Jakarta sebagai destinasi wisata sebelumnya. Mungkin gedung-gedung pencakar langit dan kemacetan ibukota, membuat saya mengesampingkan nilai historis kota ini. Padahal Jakarta memiliki potensi wisata yang sebetulnya tidak kalah dengan kota lainnya di Indonesia. Saya pun terpikir menghabiskan satu hari saya untuk menjelajahi kota nan megah ini. Mungkin satu hari tidak cukup untuk menjelajahi kota ini, tetapi satu hari cukup untuk mulai mengenal beberapa potensi yang dimiliki kota metropolitan ini.
Jika berkeinginan menjelajahi Jakarta, Stasiun Jakarta Kota menjadi pilihan baik untuk dijadikan starting point untuk memulai perjalanan di kota yang katanya tidak pernah tidur ini. Stasiun ini menjadi tempat pertemuan berbagai moda transportasi ibukota, seperti busway, commuter line, angkutan umum, dan sebagainya. Tentunya hal ini memudahkan kita untuk menuju berbagai tempat di Jakarta. Dekat Stasiun ini pula kita dapat melihat kawasan kota tua, salah satu ikon wisata Jakarta. Jika hanya memiliki waktu terbatas untuk mengunjungi Jakarta, Kawasan Kota Tua Jakarta dapat menjadi pilihan utama untuk Anda kunjungi.
Tepat
pukul 09.00 WIB, ketika saya memulai perjalanan dari Stasiun Bekasi. Saya menaiki
commuter line dengan tujuan akhir,
Stasiun Jakarta Kota. Namun, kali ini saya tidak langsung menuju stasiun
tersebut. Saya memilih untuk berhenti di Stasiun Gondangdia, satu stasiun
sebelum Stasiun Gambir. Tujuan saya berhenti di Stasiun Gondangdia adalah untuk mampir dahulu ke sebuah masjid yang memiliki arsitektur khas dan unik, Masjid Cut
Mutia.
Masjid Cut Mutia, tampak luar dan dalam |
Masjid
Cut Mutia ini terletak di Jl. Cut Mutia 1, Jakarta Pusat, 50 meter dari pintu
keluar Stasiun Gondangdia. Bangunan masjid ini tidak tampak seperti masjid
pada umumnya. Kesan bangunan khas kolonial tampak saat melihat masjid ini dari
luar. Memang pada awal pembuatanya, bangunan ini bukanlah sebuah masjid,
melainkan sebuah kantor biro arsitek Bouwpleg (1879), yang dikenal sebagai
pengembang kawasan elit sekitar Gondangdia. Bangunan ini mulai dialihfungsikan
sebagai masjid pada tahun 1987, setelah sebelumnya bangunan ini sempat
difungsikan sebagai kantor pos hingga kantor jawatan kereta api.
Masjid
ini memiliki keunikan tersendiri. Masjid ini memiliki gaya arsitektur khas Belanda
dengan bagian atas menara berbentuk persegi empat. Masjid berlantai dua ini
setiap sisinya memiliki tiga buah jendela dengan hiasan kaligrafi di sekeliling
gedungnya. Salah satu keunikan lainnya, terletak pada mihrab di samping kiri saf
salat dan posisi saf yang terletak miring karena memang
bangunan ini tidak langsung menghadap kiblat.
Posisi saf yang miring |
Stasiun Jakarta Kota dengan gaya art deconya |
Museum Bank Indonesia berdiri kokoh di Kawasan Kota Tua Jakarta |
Perjalanan
saya menyusuri Kota Jakarta kembali dilanjutkan ke kawasan kota tua. Tempat
yang pertama kali saya kunjungi adalah Museum Bank Indonesia. Museum ini
menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang dibangun tahun 1828. Museum Bank Indonesia terbagi menjadi beberapa ruangan, masing-masing ruangan memiliki tema tertentu. Ada ruangan yang
menceritakan tentang sejarah Bank Indonesia, ada pula ruangan yang menjelaskan
kebijakan-kebijakan Bank Indonesia saat menghadap krisis serta ruangan yang menjelaskan
perjalanan penjelajah dunia mencari rempah-rempah nusantara. Ruangan lain yang
menarik perhatian adalah ruangan yang berisi koleksi numismatik dari zaman
kerajaan-kerajaan nusantara dan ruangan berisi replika emas batangan. Saya benar-benar terkesan saat masuk ke dalam museum karena museum ini mampu menyajikan sejarah
yang dikemas secara menarik dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi
media seperti diorama, televisi plasma, panel statik, hingga berbagai display
elektronik. Kesan
membosankan sama sekali tidak terlintas di pikiran saya saat melewati ruang
demi ruang di dalam museum ini. Selesai berkeliling, saya kemudian langsung menuju
Kawasan Taman Fatahillah. Sebenarnya, tepat di sebelah Museum Bank Indonesia,
terdapat Museum Bank Mandiri. Sayangnya, saat itu museum itu sedang ditutup
untuk umum.
Bagian dalam Museum Bank Indonesia |
Kawasan Taman Fatahillah dikelilingi bangunan tua nan megah |
Kawasan
Taman Fatahillah dapat dikatakan sebagai Pusat Kota Tua Jakarta. Kawasan ini
dikelilingi berbagai bangunan kuno khas kolonial, selain Museum Fatahillah,
sebagai ikon kota tua, juga terdapat Museum Wayang, Museum Keramik, Gedung
Kantor Pos Indonesia, dan beberapa bangunan kuno lainnya. Berhubung waktu sudah
hampir sore, saya hanya dapat mengunjungi Museum Fatahillah saja. Museum ini
juga dikenal dengan sebutan Museum Batavia atau Museum Sejarah Jakarta. Museum
ini dahulunya merupakan gedung Balai Kota, yang dibangun tahun 1707-1710.
Bentuk bangunan museum menyerupai Istana Dam Amsterdam dengan dua sayap
bangunan di sebelah barat dan timur. Desain klasik dengan 3 lantai yang seluruh
kusen pintu dan jendelanya terbuat dari kayu jati memberikan kesan besar dan
kokoh. Di bagian depan halaman Museum Fatahillah terdapat kolam air mancur dan
Meriam Si Jagur, meriam Portugis yang sangat terkenal.
Museum Fatahillah, salah satu daya tarik Kawasan Kota Tua Jakarta |
Beberapa peninggalan sejarah yang dipamerkan di Museum Fatahillah |
Untuk
memasuki museum ini, kita dapat membeli tiket masuk Rp. 5.000,00/orang. Sebelum
masuk, kita akan mendapat tas kecil yang berisi sandal jepit. Kita dihimbau
untuk menganti alas kaki kita sebelum masuk museum lebih lanjut. Di dalam
museum, kita dapat melihat berbagai peninggalan sejarah mulai dari prasasti,
lukisan, diorama, guci, keramik, hingga perabotan bernilai sejarah tinggi yang ditemukan di Kota Jakarta.
Setiap benda yang dipamerkan sudah dilengkapi penjelasan sehingga kita dapat
mengetahui sejarah dari benda tersebut.
Usai
berkeliling bagian dalam Museum Fatahillah, saya melanjutkan berkeliling di
bagian belakang museum. Bagian belakang museum ini merupakan area yang tidak
boleh dilewatkan. Area ini memberikan kesempatan untuk berhoror ria karena
kita akan melihat adanya penjara bawah tanah yang benar-benar sempit dan gelap,
dengan langit-langit yang sangat rendah.
Salah satu seniman jalanan yang berpakaian Cepot. |
Saya
melanjutkan untuk menikmati sore hari di kawasan Taman Fatahillah. Salah satu
pemandangan unik yang dapat kita lihat di Kawasan Taman Fatahillah adalah
seniman-seniman nyentrik yang berkostum unik dan berpose seperti
tokoh-tokoh tertentu. Hiburan lainnya yang dapat dinikmati adalah bersepeda
berkeliling Taman Fatahillah dengan menggunakan sepeda sewaan.
Banyak
yang bilang bahwa kita belum menikmati suasana malam Jakarta, jika belum
merasakan indahnya Kawasan Kota Tua di malam hari. Semakin malam semakin banyak
orang yang berdatangan ke kawasan ini, mulai hanya untuk bersantai,
bercengkrama, hingga berfoto-foto. Kawasan ini terasa lebih nyaman dinikmati di
malam hari karena cuacanya tidak panas. Cahaya lampu menambah indahnya Kawasan
Kota Tua di malam hari. Bangunan-bangunan tua di kawasan ini pun terlihat
semakin indah dan kokoh.
Bangunan Kawasan Kota Tua Jakarta yang tampak megah di malam hari |
Malam pun
semakin larut. Saatnya kembali ke Stasiun Jakarta Kota untuk mengejar kereta
terakhir ke Bekasi. Satu hari rasanya tidaklah cukup untuk mengelilingi Kawasan
Kota Tua Jakarta. Pengalaman hari ini memberikan gambaran baru mengenai Kota
Jakarta, yang ternyata memiliki potensi wisata yang besar. Mungkin kini,
saatnya menjadikan Jakarta tidak hanya tempat untuk bisnis atau belanja, tetapi
juga menjadikan Jakarta sebagai tempat tujuan wisata karena potensinya yang
ternyata tidak kalah dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Tidak hanya Kawasan
Kota Tua saja, tetapi juga ada Monas, Masjid Istiqlal, Gereja Kathedral dan
banyak lagi tempat di Jakarta yang harus anda kunjungi. Ayo berwisata ke
Jakarta!
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog “Blog Competition #TravelNBlog 4: Jakarta 24 Jam“ yang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog “Blog Competition #TravelNBlog 4: Jakarta 24 Jam“ yang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID
kota tua... tempat favorit buat ngabisin akhir pekan kalau lagi ndak keluar kota :D
ReplyDeletewah memang ya mas, tempat yang cocok untuk menghibur diri dari kepenatan ibukota... :)
DeleteWaktu 2011, saya kesana masih berantakan.
ReplyDeleteKemarin baru saja ke sana sekarang udah keren dan rapi.
Lebih nyaman untuk dinikmati ya mas. Mungkin yang cukup disayangkan sekarang sudah tidak ada pohon rindangnya lagi.
Deletesuka banget saya jalan-jalan ke Kota Tua. Berasa banget suasana sejarahnya di sana :)
ReplyDeletekayaknya memang destinasi favorit di Jakarta ya mba Myra. Jadi pengen ke sana lagi. :)
DeleteUdah lama banget kayaknya gw gak ke kota tua. Habisnya klo weekend ramenya minta ampun. Seneng sih motret bangunan tua, tapi kalau buanyak banget yang dateng ke sono, fotonya jadi banyak 'iklannya'. Hiks :'(
ReplyDeleteHahahah. Sepertinya kota lama akan selalu ramai mas. Kemarin waktu ke sana weekdays pun cukup ramai, walaupun gak sepadet weekend. Mungkin waktunya cari spot baru mas Adie. :)
DeleteBaru tau ada masjid cut mutia disana.... Kapan2 hunting kesitu ah...
ReplyDeleteIya Mas Zahri, masjid yang tidak terlalu besar tp arsitekturnya unik. Letaknya di sekitaran Gondangdia.
DeleteWahhh keren bisa dapat sudut sepinya. Karena makin sering saya ke sana, saya makin kehilangan kesan cantik kota tua. Mungkin karena saya datang saat weekend ya, jadi ramainya ampun ampunan.
ReplyDeleteSepertinya weekdays agak longgar sedikit mba. hehehe. Konsekuensi kawasan kota tua yg makin rapi dan nyaman, jd makin byk orang yg dateng. Padahal dulu, ramai kalau ada anak sekolah piknik aja. Hahah :)
DeleteHai, numpang nanya boleh? Kalau saya naik kereta dari bandung turun gambir sekitar jam stgh 10 pagi, dan harus balik lagi ke bandung dari gambir jam stgh 4 sore, kira2 cukup gak ya, saya menikmati kota tua? Menurut anda mending mana (dari segi waktu dan ongkos): naik busway dari gambir, naik komuter dari jatinegara, atau naik taksi dari gambir? Mohon petunjuknya.. :)
ReplyDeleteHalo juga mas Vernauli...
DeleteDi sekitar kota tua ada beberapa museum mas, sepertinya waktunya kurang cukup untuk bisa melihat semua yg ada di sana. Tapi kalau sekedar berkeliling dan melihat satu-dua museum saja mungkin masih sempat mas.
Kalau naik busway, sulit mas karena harus beberapa kali pindah koridor dan bukan koridor yang ramai, jadi bisnya rada sulit. Naik komuter lbh cepat langsung dari Juanda lanjut ke Jakarta kota (Gambir-Juanda bisa jalan kaki sekitar 10 menitan), gak perlu ke Jatinegara dulu kok mas. Taksi cepat, mudah tapi mahal mas. Kalau dari ketiganya saya lbh milih naik komuter.
Saran saya yang lain, mending pakai ojek online (Grabike, Gojek) krn lbh cepat, bs langsung dari Gambir, murah jika pakai promo. :))
Terima kasih infonya, mas. Akhirnya saya lebih milih naik gojek. Relatif murah dan lebih cepat. Alhamdulillah kemarin sempat ke Museum Wayang, Museum Fatahillah dan Museum Bank Indonesia. Lain kali pasti kesana lagi untuk mencoba museum2 lain di sekitar situ. :)
DeleteSama2 mas. Pilihan yang sangat tepat mas. Hahahah :))
DeleteKapan2 bisa coba ke Museum Keramik dan Museum Bank Mandirinya mas atau mungkin mau merasakan suasana malam di sana juga seru juga mas.