Pages - Menu

Friday, 9 October 2015

Pesona Sang Kota Barongan



Matahari masih belum terbit ketika alarm mulai berbunyi membangunkan kami dari tidur. Beberapa dari kami mulai bersiap-siap untuk mandi dan ada yang masih mengumpulkan nyawa. Ya pagi ini, kami memang dijadwalkan untuk melihat matahari terbit di salah satu obyek wisata yang sedang hits di Blora, yaitu Bukit Pencu. Karena tidak ingin melewatkan momen matahari terbit, kami berniat untuk berangkat dari hotel kami sebelum subuh menjelang.

Bukit Pencu
Tepat pukul empat pagi, rombongan kami memulai perjalanan hari kedua di Kota Barongan ini. Kali ini, mobil yang membawa rombongan kami berjalan ke arah timur Kabupaten Blora. Bukit Pencu terletak di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kabupaten Blora, sekitar 9 km ke arah timur Blora. Perjalanan menuju Bukit Pencu tersebut lumayan lancar dengan jalan relatif baik dan masih dapat dilewati mobil. Perhatian ekstra sangat diperlukan saat melewati jalan desa karena jalan yang berbatu dan sempit. Dengan kecepatan mobil yang sedang-sedang saja yang penting dia setia, kami mencapai tempat pemberhentian sekitar pukul 04.50 WIB. Eisssttt tunggu dulu, ternyata perjalanan kami masih belum selesai, karena kami masih harus berjalan melewati medan berbatu yang berjarak sekitar 400 meter untuk menuju ke puncak Bukit Pencu. Untung saat itu, matahari masih malu-malu untuk muncul, memberi harapan kepada kami untuk dapat melihat matahari terbit hari itu..

Kendaraan kami berhenti di lahan parkir yang sudah disediakan oleh warga sekitar, tepat di kaki Bukit Pencu. Mulai dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki.

Bismillah moga kuat Ya Allah! Ahahah...


Jalan setapak menuju Puncak Pencu
Kami berjalan menelurusi jalan setapak dengan pemandangan pohon jati sepanjang perjalanan kami. Ladang jagung dan pematang sawah juga kami lewati dalam perjalanan menuju puncak Bukit Pencu. Sekitar 200 meter, kami melewati jalan yang relatif datar dan tidak terlalu terjal. Tetapi, 200 meter menjelang puncak, medan yang dihadapi lebih menantang dari sebelumnya. Medan yang dihadapi lebih berbatu dan terjal memaksa kami untuk lebih berhati-hati untuk mengatur langkah kami menuju puncak Bukit Pencu.
Medan berbatu membuat kami lebih berhati-hati dalam mengatur langkah kami
Kalau saja tidak sedang kemarau, pasti pemandangan di sini lebih hijau lagi

Sekitar 30 menit waktu yang diperlukan mencapai puncak Bukit Pencu. Tentunya, segala perjuangan dan usaha yang telah dikeluarkan, seakan terbayar setelah mencapai puncak Bukit Pencu.

Selamat pagi, Blora. Salam dari atas Bukit Pencu.


Eksotisme Blora dapat dilihat dari atas Bukit Pencu
Selayaknya orang yang akan melakukan kegiatan pendakian, persiapan fisik dan mental saat diperlukan untuk mencapai puncak Bukit Pencu. Meskipun perjalanan yang ditempuh tidak terlalu lama, namun sangat melelahkan karena menghadapi kondisi jalan yang menanjak dan berbatu. Perjalanan ke puncak Bukit Pencu membawa tantangan tersendiri untuk melaluinya. Jika melakukan pendakian Bukit Pencu pada musim kemarau, pemandangan yang didapat mungkin tidak sehijau di musim penghujan. Namun, pendakian saat musim penghujan juga harus ekstra hati-hati karena jalanan akan lebih licin tentunya. Biasanya, warga ramai berdatangan ke Bukit Pencu pada pagi dan sore hari menjelang matahari terbenam.

Kita tidak perlu membayar tiket masuk untuk mengunjungi Bukit Pencu ini. Kendaraan dapat kita parkirkan di lahan yang memang sudah disediakan oleh warga. Cukup membayar Rp.2.000,00/ motor dan Rp. 10.000,00/ mobil untuk sekali parkir. 

Puas berfoto-foto ria dan menikmati keindahan Blora di atas Bukit Pencu, kami memutuskan menuruni bukit. Ternyata perjalanan menuruni bukit tidaklah semelelahkan dibandingkan saat menaiknya. Hahahah.
Syukurlah. Setelah sampai di bawah, kami di jamu oleh perangkat Desa Gandu. Makanan khas desa dan secangkir kopi hangat disuguhkan bapak kepala desa, sekedar mengantikan tenaga yang terbuang saat mendaki Bukit Pencu. 

Sentra kerajinan kayu jati Jepon

Puas melihat eksotisme Blora dari atas Bukit Pencu. Kami pun melanjutkan perjalanan. Sejak mendatangi Kabupaten Blora, pemandangan hutan jati di sebelah kanan dan kiri jalan merupakan pemandangan yang tidak asing bagi kami. Tidak heran jika daerah ini pula dikenal sebagai salah satu penghasil kerajinan dari kayu jati di Jawa Tengah. Kecamatan Jepon dikenal sentra kerajinan kayu jati di Kabupaten Blora. Untuk mencapai daerah ini, kami menempuh jarak 7 km kearah Cepu. Deretan showroom yang menjual produk kerajinan kayu jati di sebelah kanan dan kiri jalan menandakan kami sudah tiba di kecamatan yang kami tuju.
Sisa akar jati ini nantinya disulap menjadi berbagai kerajinan
Kami berhenti di salah satu tempat pengrajin kayu jati di Desa Tempelmahbang, Kecamatan Jepon dan menyempatkan untuk melihat cara pembuatan secara langsung.
Usaha kerajinan kayu jati Blora berkembang cukup pesat. Kini, produk kerajinan kayu jati Blora sudah memasuki pasar Bojonegoro hingga Bali. Mereka memasok produk kerajinan ke daerah tersebut secara rutin. Produk kerajinan berupa mebel seperti meja, kursi, lemari merupakan produk yang paling banyak diminati. Selain itu, produk skala kecil seperti perabotan rumah tangga dan peralatan makan juga cukup diminati.

Barongan

Blora, Kota Barongan.
Siapa yang tidak tahu kesenian yang satu ini???

Barongan merupakan kesenian khas yang sangat populer dari Blora. Tidak afdhol rasanya kalau kita berkunjung ke Blora, tetapi tidak menyempatkan diri melihat proses pembuatan Barongan secara langsung di kota asalnya. Usai melihat pembuatan kerajinan kayu jati, rombongan kami kembali bertolak menuju ke arah utara, tepatnya Desa Tegalgunung, desa sentra pembuatan Barongan. 

Di sinilah, kami bertemu dengan Bapak Gacuk (55 tahun), pemimpin Paguyuban Seni Barongan Selo Ganthi. Beliau sedang mengerjakan pesanan Barongan, saat kami bertemu dengannya. Beliau pun tidak berkeberatan untuk menjelaskan bagaiman proses pembuatan Barongan. Beliau ternyata sudah memulai pembuatan Barongan ini sejak tahun 1988.
Satu set Barongan terdiri dari Barongan, jokolodro, bujangganong, untup, noyontoko dan nggaenah. Masing-masing topeng memiliki ciri khas tersendiri. Pembuatan satu set Barongan dapat membutuhkan waktu satu hingga dua bulan. Untuk membuat Barongan, mereka menggunakan kayu lo dan kayu dadap sebagai bahan utama. Satu set Barongan ukuran standar dijual seharga 2,5 juta dan 500 ribu rupiah untuk ukuran yang lebih kecil. Tidak hanya membuat Barongan, Bapak Gacuk dan kawan-kawan juga masih sering diundang untuk mementaskan kesenian Barongan pada event-event tertentu.
Proses pembuatan Barongan yang kompleks & memerlukan ketelitian
Pengalaman melihat langsung proses pembuatan Barongan pastinya menambah pengetahuan saya mengenai kesenian khas Blora yang satu ini. Kesenian yang sudah merakyat bagi masyarakat Blora ini ternyata memiliki kerumitan tersendiri dalam pembuatannya.
Tidak terasa waktu mulai menunjukkan siang hari, saatnya kembali ke Semarang. Kurang pas sepertinya pulang tanpa membawa oleh-oleh, jadi kami menyempatkan dahulu membeli buah tangan sebelum kembali ke Semarang.

Blok T & Dekranasda

Bingung mencari tempat yang menjual oleh-oleh khas Blora?


Oleh-oleh khas Blora? Cari saja di Blok T & Dekranasda :)
Kini, sudah ada Blok T dan Dekranasda, dua tempat yang memang dikhususkan untuk menjual berbagai souvenir dan oleh-oleh khas Blora lainnya.

Blok T menempati lahan bekas terminal, yang baru saja diresmikan akhir 2014. Walaupun baru dibuka, Blok T ini sudah dikenal sebagai sentra oleh-oleh di Blora. Satu lagi tempat membeli oleh-oleh khas Blora lainnya adalah Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah). Tempat ini menjual hasil kerajian masyarakat Blora, seperti handycraft, batik, mebel dan sebagainya. Walaupun tempatnya tidaklah luas, namun bagian dalam Dekranasda sudah dilengkapi dengan pendingin udara. Belanja pun jadi lebih nyaman. O iya, salah satu nilai tambah dari tempat ini adalah lokasinya yang dekat alun-alun kota Blora, sehingga lebih mudah sekali dijangkau.

Oleh-oleh sudah ada di tangan. Waktunya kembali ke Semarang. Sebelum pulang, kami menyempatkan dulu untuk menikmati kuliner khas Blora yang tentunya sudah melegenda, sate ayam khas Blora. Kurang pas rasanya kalau tidak menikmati kuliner yang satu ini langsung di tempat asalnya. Kami diajak rekan-rekan Dinas Pariwisata Kabupaten Blora menuju Jl. Gunung Sumbing 1, Blora, tempat Sate Ayam Pak Kadirun berada. Dengar-dengar di sini menjual sate ayam enak khas Blora yang tersohor itu.
Yang membedakan sate ayam khas Blora dengan sate ayam lainnya terletak pada kuah opor sebagai bumbu tambahannya. Cara penyajian sate di sini menggunakan pincuk daun jati. Cara penjualannya pun berbeda, karena sate tidak dijual per porsi melainkan dihitung per tusuk sate.
Kuah opornya menjadi ciri khas sate ayam Blora
Nikmatnya kuliner sate ayam Blora ini menandai berakhir perjalanan dua hari kami di Kabupaten Blora. Kami pun berpisah dengan rekan-rekan Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi & Informatika Kabupaten Blora yang rela menyempatkan waktu untuk menemani kami mengelilingi Kabupaten Blora. Perjalanan dua hari yang cukup melelahkan, namun terbayarkan dengan segala pengalaman dan pengetahuan baru yang saya dapatkan. Blora, Kota Barongan,  yang ternyata memiliki potensi wisata yang luar biasa dengan keunikannya tersendiri.

Terima kasih kepada Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Tengah dan tentunya @blogjateng2015  atas kesempatan untuk jalan-jalan ke Kabupaten Blora. Bagi yang terlewat perjalanan kami selama di Kabupaten Blora, dapat kembali melihat tweet @VisitJawaTengah ataupun mengecek #TripBlora. Cerita tentang perjalanan kami di hari pertama bisa dibaca di sini ya!

Ayo, eksBlorasi Blora!

Salam dari kami. Ayo wisata ke Blora!











2 comments:

  1. Seru sekali mas wisatanya. Ternyata Blora keren ya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas Hamid. Saya baru pertama kali ke Blora dan ternyata bervariasi sekali tempat wisatanya. :)

      Delete