Pages - Menu

Saturday, 24 October 2015

Saatnya Berburu Batik Solo


Solo merupakan surga bagi pecinta batik. Menemukan batik di kota ini bukan menjadi hal yang sulit. Sejauh mata memandang, di setiap sudut kota ini, ada saja toko yang menjual kerajinan berbahan dasar batik. Mulai dari batik dengan harga yang miring hingga batik dengan harga yang bisa buat mata melek dapat ditemukan di kota ini.

House of Danar Hadi, Gerai batik di Jl. Slamet Riyadi
Usai mengisi otak di Museum Batik Danar Hadi, kini waktunya untuk berburu batik Solo. Ada beberapa tempat bisa dikunjungi jika ingin membeli batik. Apabila kita yang ingin mencari batik "kelas atas", di sini terdapat label batik yang namanya sudah terkenal di Indonesia, antara lain batik Semar, batik Keris dan batik Danar Hadi. Ketiga label batik yang sudah memiliki banyak gerai di Indonesia ini merintis usahanya di Kota Solo. Tentunya harga batik di sini memiliki harga yang lebih tinggi dibanding dengan toko lainnya. Namun, kualitas batik yang akan kita dapatkan tentunya tidak usah diragukan lagi, sesuai dengan apa yang kita keluarkan. Keuntungan lainnya, batik di sini banyak pilihannya dan jika Anda memiliki badan sexy seperti saya, kita bisa dengan mudah mendapatkan batik dengan ukuran yang lebih besar di sini. Hahahah :'(. Huffft...

Bila ingin mencari batik dengan harga miring, tempat yang pertama yang patut kita kunjungi adalah Beteng Trade Center (BTC). Salah satu tempat perbelanjaan di Solo ini terletak di Jl. Mayor Sunaryo, Ps. Kliwon, Solo. Letak BTC sangat strategis, dekat dengan ikon wisata Kota Solo, seperti Keraton Kasunanan, Benteng Vastenburg dan Pasar Klewer. Bangunan tiga lantai ini tidak hanya memiliki toko yang khusus menjual batik saja, tetapi di sini juga kita dapat menemukan toko yang menjual oleh-oleh khas Solo dan aneka tekstil lainnya.

Thursday, 22 October 2015

Mengenal Mahakarya Indonesia di Museum Batik Danar Hadi



Batik, siapa yang tidak tahu kerajinan yang satu ini. Kerajinan bernilai seni tinggi yang sudah menjadi identitas bangsa Indonesia. Mungkin kalau berbicara tentang kerajinan yang telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tahun 2009 ini tidak akan ada habisnya. Beragam jenis, teknik, motif batik yang dimiliki Indonesia dengan sejarah dan kekhasannya masing-masing. Berbicara tentang batik, tentunya tidak bisa lepas dengan kota yang satu ini, Kota Solo.

Batik sudah menjadi salah satu ikon Kota Solo. Batik dapat dengan mudahnya ditemukan segala sudut kota ini. Kita dapat menemukan ratusan tempat yang menjual produk berbahan dasar batik. Mulai dari tempat menjual  batik dengan harga miring, hingga batik dengan harga yang membuat kita menghela nafas. Huffft.

Tidak kenal, maka tidak sayang
Begitu katanya.


Jika kita ingin mengenal seluk beluk batik, di sini terdapat tempat yang tepat untuk kita kunjungi, yaitu Museum Batik Danar Hadi. Siapa yang tidak tahu dengan label dagang batik yang satu ini. Galeri batiknya dapat dengan mudah ditemukan di beberapa kota di Indonesia. Ternyata Danar Hadi memiliki sebuah museum batik yang terletak di Jl. Slamet Riyadi No. 261, Solo. Letaknya yang strategis di salah satu jalan protokol Kota Solo membuat museum ini dapat dengan mudah ditemukan. Letak museum ini juga tidak jauh dari Museum Radya Pustaka dan Taman Budaya Sriwedari. Museum ini berada dalam kompleks bangunan kuno yang merupakan cagar budaya, Ndalem Wuryaningratan. Bangunan ini dahulunya merupakan kediaman KRMTA Wuryaningrat, cucu dari Raja Solo, Sri Susuhunan Pakubuwono IX. Museum Batik Danar Hadi yang diresmikan tahun 2002 ini berada satu kompleks dengan Ndalem Wuryaningratan, Cafe Soga dan Galeri House of Danar Hadi.


Museum Batik Danar Hadi berada satu kompleks Ndalem Wuryaningratan, Cafe Soga & House of Danar Hadi
"Pintu masuk" Museum Batik Danar Hadi
Museum ini tidak memiliki pintu masuk khusus. Jadi, untuk masuk ke dalam museum ini, kita harus masuk dahulu ke dalam Galeri House of Danar Hadi. Selain sebagai pintu masuk museum, Galeri House of Danar hadi juga sebagai showroom yang menjual kerajinan produksi PT. Danar Hadi, mulai dari baju, celana hingga souvenir berbahan batik lainnya. Untuk masuk ke dalam museum, kita dapat membeli tiket masuk di kasir seharga Rp. 35.000,00/orang. Setelah membeli tiket, kita akan diantar menuju bagian belakang toko menuju pintu yang membawa kita ke dalam museum. Nah, di sini kita sudah ditunggu oleh guide yang siap untuk mengantar kita untuk berkeliling museum.



Bagian muka Museum Batik Danar Hadi

Friday, 9 October 2015

Pesona Sang Kota Barongan



Matahari masih belum terbit ketika alarm mulai berbunyi membangunkan kami dari tidur. Beberapa dari kami mulai bersiap-siap untuk mandi dan ada yang masih mengumpulkan nyawa. Ya pagi ini, kami memang dijadwalkan untuk melihat matahari terbit di salah satu obyek wisata yang sedang hits di Blora, yaitu Bukit Pencu. Karena tidak ingin melewatkan momen matahari terbit, kami berniat untuk berangkat dari hotel kami sebelum subuh menjelang.

Bukit Pencu
Tepat pukul empat pagi, rombongan kami memulai perjalanan hari kedua di Kota Barongan ini. Kali ini, mobil yang membawa rombongan kami berjalan ke arah timur Kabupaten Blora. Bukit Pencu terletak di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kabupaten Blora, sekitar 9 km ke arah timur Blora. Perjalanan menuju Bukit Pencu tersebut lumayan lancar dengan jalan relatif baik dan masih dapat dilewati mobil. Perhatian ekstra sangat diperlukan saat melewati jalan desa karena jalan yang berbatu dan sempit. Dengan kecepatan mobil yang sedang-sedang saja yang penting dia setia, kami mencapai tempat pemberhentian sekitar pukul 04.50 WIB. Eisssttt tunggu dulu, ternyata perjalanan kami masih belum selesai, karena kami masih harus berjalan melewati medan berbatu yang berjarak sekitar 400 meter untuk menuju ke puncak Bukit Pencu. Untung saat itu, matahari masih malu-malu untuk muncul, memberi harapan kepada kami untuk dapat melihat matahari terbit hari itu..

Kendaraan kami berhenti di lahan parkir yang sudah disediakan oleh warga sekitar, tepat di kaki Bukit Pencu. Mulai dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki.

Bismillah moga kuat Ya Allah! Ahahah...


Jalan setapak menuju Puncak Pencu
Kami berjalan menelurusi jalan setapak dengan pemandangan pohon jati sepanjang perjalanan kami. Ladang jagung dan pematang sawah juga kami lewati dalam perjalanan menuju puncak Bukit Pencu. Sekitar 200 meter, kami melewati jalan yang relatif datar dan tidak terlalu terjal. Tetapi, 200 meter menjelang puncak, medan yang dihadapi lebih menantang dari sebelumnya. Medan yang dihadapi lebih berbatu dan terjal memaksa kami untuk lebih berhati-hati untuk mengatur langkah kami menuju puncak Bukit Pencu.
Medan berbatu membuat kami lebih berhati-hati dalam mengatur langkah kami
Kalau saja tidak sedang kemarau, pasti pemandangan di sini lebih hijau lagi

Melihat Lebih Dekat Kabupaten Blora



Senin, 28 September 2015 yang lalu adalah hari yang saya tunggu-tunggu karena pada hari ini saya bersama rekan-rekan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dijadwalkan akan melakukan perjalanan wisata ke Kabupaten Blora. Kesempatan ini saya peroleh setelah tulisan saya mengenai Dieng Culture Festival yang lalu, berhasil menjuarai lomba blog Visit Jawa Tengah periode 4 yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.

Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, ketika saya tiba di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah di Jl. Pemuda, Semarang. Sesampainya di sana, saya disambut Mba Ratri sebagai perwakilan Dinbudpar Jateng dan dikenalkan kepada beberapa pihak yang juga ikut serta dalam perjalanan kali ini, ada dari media televisi, cetak dan rekan-rekan Dinbudpar Jateng tentunya. Perjalanan kali ini merupakan perjalanan pertama kali  saya ke Kabupaten Blora. Sekitar pukul setengah delapan pagi, dua mobil Kijang yang membawa rombongan kami mulai bertolak menuju Kabupaten Blora. Kabupaten Blora terletak di sebelah timur dari Kota Semarang. Perjalanan kami menuju Kabupaten Blora membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam melalui jalur Pantura. Tempat yang pertama kali kami datangi adalah kantor Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Blora. Di sini kami disambut hangat oleh Bapak Sugiyanto beserta jajaran dinas terkait. Setelah mendapat penjelasan dan briefing mengenai kegiatan kami selama di sana, kami mulai beranjak untuk melanjutkan perjalanan wisata kami. Kali ini tempat yang akan kami datangi adalah Waduk Tempuran.

Waduk Tempuran
  
Obyek wisata Waduk Tempuran ini terletak di Desa Tempurejo, yang berjarak  10 km dari pusat kota Blora. Waduk Tempuran yang dibangun sejak tahun 1917 ini memiliki arti penting bagi masyarakat sekitar. Selain pariwisata, waduk ini juga difungsikan untuk perikanan, irigasi pertanian warga sekitar, bahkan waduk ini sering dijadikan tempat berlatih atlet-atlet dayung lokal maupun nasional. Untuk masuk ke dalam kawasan Waduk Tempuran, kita tidak perlu mengeluarkan biaya. Latar belakang perbukitan dan hamparan sawah di sisi barat waduk menambah indahnya pemandangan Waduk Tempuran. Salah satu yang unik dari Waduk Tempuran ini, kita dapat melihat pulau kecil yang ada di tengah waduk, layaknya Danau Toba dengan Pulau Samosirnya. Disinilah terdapat Dusun Juwet, salah satu dusun di Desa Tempurejo. Sayangnya, saat kami mengunjungi Waduk Tempuran, air waduk tersebut sedang surut karena musim kemarau yang sedang melanda Kabupaten Blora. 
Waduk Tempuran, Desa Tempurejo, dibangun 1917.

Monday, 5 October 2015

Kota Tua Jakarta, Menelusuri Jejak Historis Sang Metropolitan


Ini cerita saya selama di Jakarta. Sebuah kota yang tidak asing bagi saya yang tinggal hampir 12 tahun di Bekasi. Jarak Bekasi-Jakarta tidaklah jauh dan dapat dengan mudah dijangkau dengan beragam moda transportasi. Namun, ntah mengapa tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk menjadikan Jakarta sebagai destinasi wisata sebelumnya. Mungkin gedung-gedung pencakar langit dan kemacetan ibukota, membuat saya mengesampingkan nilai historis kota ini. Padahal Jakarta memiliki potensi wisata yang sebetulnya tidak kalah dengan kota lainnya di Indonesia. Saya pun terpikir menghabiskan satu hari saya untuk menjelajahi kota nan megah ini. Mungkin satu hari tidak cukup untuk menjelajahi kota ini, tetapi satu hari cukup untuk mulai mengenal beberapa potensi yang dimiliki kota metropolitan ini.

Jika berkeinginan menjelajahi Jakarta, Stasiun Jakarta Kota menjadi pilihan baik untuk dijadikan starting point untuk memulai perjalanan di kota yang katanya tidak pernah tidur ini. Stasiun ini menjadi tempat pertemuan berbagai moda transportasi ibukota, seperti busway, commuter line, angkutan umum, dan sebagainya. Tentunya hal ini memudahkan kita untuk menuju berbagai tempat di Jakarta. Dekat Stasiun ini pula kita dapat melihat kawasan kota tua, salah satu ikon wisata Jakarta. Jika hanya memiliki waktu terbatas untuk mengunjungi Jakarta, Kawasan Kota Tua Jakarta dapat menjadi pilihan utama untuk Anda kunjungi.

Tepat pukul 09.00 WIB, ketika saya memulai perjalanan dari Stasiun Bekasi. Saya menaiki commuter line dengan tujuan akhir, Stasiun Jakarta Kota. Namun, kali ini saya tidak langsung menuju stasiun tersebut. Saya memilih untuk berhenti di Stasiun Gondangdia, satu stasiun sebelum Stasiun Gambir. Tujuan saya berhenti di Stasiun Gondangdia adalah untuk mampir dahulu ke sebuah masjid yang memiliki arsitektur khas dan unik, Masjid Cut Mutia. 


Masjid Cut Mutia, tampak luar dan dalam
Masjid Cut Mutia ini terletak di Jl. Cut Mutia 1, Jakarta Pusat, 50 meter dari pintu keluar Stasiun Gondangdia. Bangunan masjid ini tidak tampak seperti masjid pada umumnya. Kesan bangunan khas kolonial tampak saat melihat masjid ini dari luar. Memang pada awal pembuatanya, bangunan ini bukanlah sebuah masjid, melainkan sebuah kantor biro arsitek Bouwpleg (1879), yang dikenal sebagai pengembang kawasan elit sekitar Gondangdia. Bangunan ini mulai dialihfungsikan sebagai masjid pada tahun 1987, setelah sebelumnya bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor pos hingga kantor jawatan kereta api.


Masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Masjid ini memiliki gaya arsitektur khas Belanda dengan bagian atas menara berbentuk persegi empat. Masjid berlantai dua ini setiap sisinya memiliki tiga buah jendela dengan hiasan kaligrafi di sekeliling gedungnya. Salah satu keunikan lainnya, terletak pada mihrab di samping kiri saf salat dan posisi saf yang terletak miring karena memang bangunan ini tidak langsung menghadap kiblat.


Posisi saf yang miring